Merunut perjalanan musik Dangdut, sebenarnya belumlah
berkurun waktu lama. Catatannya baru mulai di era 70an.Tapi jika ingin
mengikutsertakan cikal bakalnya, kita harus menengok ke awal dekade 50an. Kita
harus memasuki dan mengenali musik melayu Deli yang berada di Sumatra. Dan
kalaupun mau, kita masih bisa menelusuri sejarah musik Melayu Deli ini.
Tapi baiklah, road to dangdut ini kita mainkan dalam rentang
50an hingga hari ini. Untuk memudahkan, marilah kita menertibkan fikiran untuk
menyimak dua buah lagu. Yang pertama, putarlah lagu Harapan Hampa karya Mashabi
yang pada awalnya dinyanyikan oleh Nur Ain, lalu dipopulerkan oleh Hasna
Thahar. Setelah itu putarlah lagu Mbah Dukun karya Endang Kurnia yang
dinyanyikan oleh Alam. Kita pasti berkomentar bahwa ke dua lagu tersebut adalah
dua hal yang berbeda. Atau bisa juga kita simak dua komposisi yang cukup
terbilang dahsyat, yang satu judulnya Kuda Lumping milik Rhoma Irama dan
satunya lagi Goyang Dombret milik Ukat S. Rentang waktu penciptaan diantara dua
lagu yang boleh dibilang magis itu -karena mampu membuat crowd- cukup senggang.
Begitulah dangdut, kendati belum lagi terbilang lama, tapi dalam perjalanannya,
musik melayu ini mempunyai tiang-tiang atau rambu-rambu yang menandakan akan
kurunnya.
Dalam road to Dangdut ini, kita coba menguaknya ke dalam 3
dekade. Pertama periode 1950-1970. Pada periode inilah kita menamai sub ini
sebagai Melayu Modern. Di dekade 50an ada beberapa Orkes Melayu (OM) yang
menjadi pentolan, seperti OM Sinar Medan yang dikomandoi oleh Umar fauzi
Azeran. Di dalam OM ini bergabung beberapa penyanyi seperti Emma Gangga, Hasna
Thahar. A. Harris atau juga Munif Bahasuan. Lalu ada pula OM Kenanga pimpinan
Husein Aidid dengan penyanyi Juhana Sattar, R.O Unarsih, OM Bukit Siguntang
pimpinan A. Chalik dengan sederet penyanyi, antara lain Nur’ain, Neng Yatima,
atau Suhaimi. Dan ada pula OM Irama Agung yang dipimpin oleh S Effendi. Lalu di
atas itu tercatat beberapa nama OM antara lain OM Candralela dengan penyanyi
Elly Agus, OM Sinar Kemala dengan penyanyi andalan A Rafiq dan tercatat pula OM
Pancaran Muda pimpinan Zakaria dengan penyanyi andalan Elvy Sukaesih dan Titing
Yenny.
Salah satu ciri khas orkes melayu pada saat itu antara lain,
nama pimpinannya merupakan sebuah jaminan mutu, lalu setiap orkes melayu
mempunyai lebih dari 3 penyanyi. Dan para penyanyi itu tentu saja
berpindah-pindah dari satu OM ke OM lain. Biasanya, bila sang penyanyi
(terutama penyanyi pria) sudah merasa besar, iapun mendirikan OM sendiri.
Begitulah regenerasi OM pada saat itu.
Sedangkan ciri equipmentnya adalah, alat musiknya akustik,
dengan standarisasi melayu, seperti akordion, suling, gendang, madolin, dan
dalam perkembangan di era ini adalah organ mekanik serta biola. Dari hal ini
bisa kita kukuhkan opini para pengamat musik terdahulu yang berkesimpulan bahwa
Dangdut dan cikal bakalnya sangat dipengaruhi oleh musik-musik dari India,
Arab, Tiongkok, dan barat (terutama dari Spanyol, Portugis dan Belanda). Ciri
lagunya, sangat pakem, terutama
pada intro, dan interlude. Iramanya terbagi dalam tiga
bagian yaitu senandung (sangat lambat), lagu dua (iramanya agak cepat) dan
makinang (lebih cepat ). Liriknya masih lekat pada pantun, dan irama musiknya
sangat melankolik. Jika ingin mengenal lagu lagu dalam dekade 50-60 ini maka
kita bisa menyimak lagu-lagu seperti Burung Nuri, Harapan Hampa, Seroja atau
Boneka Dari India.
Kedua adalah periode 1970-1990. Memasuki tahun 70, sesuai
dengan perkembangan tehnologi, Dangdut mau tak mau harus menyesuaikan
performnya dengan jaman. Karena hadirnya instrumen-instrumen elektrik, warna
Dangdut ikut berubah. Kendati warna India (pada cengkok), dan Latin (perkusi
yang makin doninan) tetap menjadi patokan, tapi unsur-unsur musik lain, seperti
seperti rock dan blues menjadi mainan baru bagi musik ini.
Di era 70an, Dangdut seakan menemukan kostumnya yang lebih
rapi. Inilah masa peralihan dari musik orkes melayu modern ke musik Dangdut.
Dan tak dapat disangkal, kehadiran Rhoma Irama dengan Sonetanya menjadi sebuah
momentum yang akbar. Masuknya sound rock (tepatnya sound milik Ritchie
Blackmore, gitaris Deep Purple), terutama dengan distorsi pada gitar membuat
Dangdut menjadi fenomenal.
Tak hanya itu, Rhoma Irama juga membawa pembaruan dalam
showmanship. Kostumnya tak lagi ala teluk belanga dengan kopiah hitam, tapi
berganti dengan celana ketat, kaus dengan belahan dada yang lebar, dan sepatu
boots. Ingat saja menampilan Rhoma Irama ketika duet dengan Rita Sugiarto dalam
klip lagu andalannya, Santai.
Karena memasuki kamar rock, maka ketika itu orang-orang rock
pun merasa agak risih. Perihal Dangdut masih dianggap sebagai musik kaum
marginal, yang masih dipandang sebelah mata oleh orang rock, itu dinyatakan
secara frontal oleh Benny Soebardja. Gitaris Giant Step ini berkomentar bahwa
musik Dangdut iyu taik kucing. Tak alang kepalang, masalah ini menjadi konflik
yang panas di dua kubu musik ini. Beberapa diskusi kecilpun dibahas. Melihat
dari sisi positifnya, karena hal itu pula Dangdut makin dilirik oleh masyarakat
banyak. Rhoma tampil dengan arif dalam menghadapi masalah ini, dampaknya, nama
Rhoma makin melambung.
Dangdut diaransemen. Sementara pada tahun itu di dunia
dangdut belum lahir kepermukaan posisi seorang penata musik. Pengakuan penata
musik di industri rekaman Indonesia baru muncul pada dekade 1990.
Tapi entah kenapa juga, album Zakia di sambut dingin oleh
musisi Dangdut pada masa itu. Sedangkan pemusik rock malah tampak sebal pada
proyek ini. Deddy Stanzah, bassist, voclais dan pendiri Rollies, (alm) bahkan
menuduh mereka sebagai pengkhianat rock. Tapi yang pasti, lagu Zakia tersebut
boleh dibilang salah satu lagu Dangdut yang lestari hingga hari ini.
Tapi apapun tantangan Dangdut dalam soal figur, ia tetap
berkembang. Setelah Rhoma mengadakan pembaruan pada dekade 70, maka pada dekade
80an Dangdut berkembang lagi. Ledakan Tarantula (diprakarsai oleh Reynold
Panggabean, mantan drummer Mercy’s dan Camelia Malik) dengan musik eksperimen
yang lebih condong ke Latin itu menggebrak dunia permusikan Dangdut. Lagu
seperti Colak-colek atau Wakuncar mengalami masa booming. Bedanya, jika Rhoma
Irama pada akhirnya condong pada tema-tema yang relegius, maka Tarantula tampil
dengan tema-tema yang remaja dengan ungkapan-ungkapan yang gaul.
Pada 80-an ini pulalah, lagu-lagu yang menjadi hits mulai
menampakan gejala yang lain, yaitu unsur India makin tipis pengaruhnya pada
dekade ini. Hal ini bisa kita simak seperti pada lagu Mandi Madu, Sakit Gigi
atau pada lagu Duh Engkang. Bahkan lagu Duh Engkang, merupakan trend baru dalam
perjalanan musik dangdut. Sejak lagu ciptaan Muchtar B ini di edarkan, Dangdut
boleh dibilang kemasukan unsur tradisional. Sejak itu lahir lagu-lagu Dangdut
dengan kombinasi etnik. Tapi disisi lain,
ada pula kembangan lain yang perlu dicatat, yaitu hadirnya
pengaruh disco. remix atau beberapa lagu Dangdut dalam format pop. Atau Dangdut
saduran dari lagu-lagu asli India, atau dari beberapa negara lain. Dan di era
ini pula , Dangdut kedatangan penghuni baru, yaitu hadirnya pecipta-pencupta
pop yang menemasuki wilayah Dangdut. Catat saja misalnya lagu Sakit Gigi yang
diciptakan Obbie Messakh. Atau hadirnya pemusik pop dalam penggarapan lagu-lagu
Dangdut, seperti lagu Mandi Madu, dimana session playernya terdiri dari Mus
Mujiono (gitaris jazz), Chairul D’Loyd (drammer).
Berkat ajang pencarian bakat dangdut Indonesia kembai
bersinar lagi setelah beberapa tahun terahir mulai meredup.saya bersyukur atas
hidupnya budaya dangdut asli music Indonesia kembli bias kita dengar, semoga
anak muda sekarang tidak lagi malu atau canggung dengan budaya khas asli Indonesia
tidak lagi bangga dengan budaya music barat barat diantaranya rock dll.